
Webinar Nasional; Islam Ramah dan Berbudaya di Era Digital
Situasi sosial, politik, ekonomi dan keagamaan masyarakat muslim di Indonesia belakangan ini berkembang dan berubah lebih cepat jika dibandingkan dengan beberapa dekade yang lalu. Hari ini, suatu ujaran kebencian, berita bohong atau peristiwa kecil di suatu wilayah tertentu dapat dengan segera menjadi viral, memancing pro-kontra atau bahkan dimobilisasi menjadi gerakan massa di berbagai wilayah lainnya di Indonesia. Hal itu tidak lepas dari proses demokratisasi yang telah dimulai sejak era reformasi atau tumbangnya Orde Baru, di mana setiap pendapat, ekspresi dan gerakan tidak lagi tabu untuk diwacanakan oleh semua elemen masyarakat. Internet dan teknologi digital yang menciptakan media-media baru kemudian juga berperan menjadi ruang publik yang terbukti efektif menyebarluaskan dan memupuk wacana-wacana tersebut.
Perubahan situasi yang cepat sebagaimana digambarkan tersebut tentu saja juga ikut mempengaruhi Islam dan masyarakat muslim di Indonesia. Jika fragmentasi muslim di masa lalu diwakili oleh kalangan tradisionalis dan reformis atau modernis, hari ini muncul berbagai varian muslim lain, termasuk kalangan muslim eksklusif dan radikal yang sulit menerima kebersamaan dan keberagaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika di masa lalu wacana-wacana Islam muncul dan diperdebatkan di media cetak, radio atau televisi, hari ini wacana-wacana itu dapat dengan mudah dikonsumsi oleh siapapun melalui berbagai platform digital. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh para komunikator Islam atau da'i-da’i baru yang cakap memikat dan memuaskan kebutuhan berbagai segmentasi masyarakat. Ada yang memadukan dan mengemas dakwah Islam dengan prinsip-prinsip enterpreneurship. Kecenderungan semacam ini disukai oleh kalangan muslim kelas menengah diperkotaan. Ada lagi yang mendakwahkan Islam dalam citra yang keren dan kekinian dengan target anak-anak muda yang menyadari identitas keislamannya sekaligus ingin tetap mengikuti trend fashion dan budaya pop (Akmaliah, 2019).
Menariknya, beberapa studi menunjukkan bahwa meski disukai oleh sebagian besar segmen masyarakat, para komunikator Islam baru tersebut sebenarnya tidak memiliki kecakapan pengetahuan keagamaan yang memadai atau tidak menempuh pendidikan keagamaan sebagaimana ditempuh oleh otoritas-otoritas keagamaan di masa lalu (Hoesterey, 2008; Burhani, 2020). Artinya, boleh jadi para komunikator Islam ini kehilangan akar-akar budaya dan keramahan yang telah lama dikampanyekan oleh para pemegang otoritas Islam di masa lalu. Studi yang lain juga menunjukkan bahwa para komunikator Islam yang kreatif di kanal-kanal media sosial yang diminati oleh kalangan muda sebenarnya juga aktif mempenetrasikan gagasan-gagasan atau ideologi tertentu yang cenderung mengancam keutuhan dan persatuan bangsa Indonesia (Way Weng, 2018).
Para kyai dan kalangan santri yang merepresentasikan otoritas yang lebih lama sekaligus pemelihara pola komunikasi Islam yang ramah dan adaptif terhadap keragaman budaya di Indonesia sebenarnya nampak telah menyadari perkembangan-perkembangan dan perubahan-perubahan situasi belakangan ini. Kalangan santri tidak lagi awam dan mulai terlibat aktif menyebarkan video-video pengajian para kyai atau beragam konten yang menjadi semacam wacana penyeimbang bagi wacana-wacana Islam eksklusif yang tidak ramah terhadap keberagaman (Schmidt, 2008). Akan tetapi, perlu diakui bahwa gelombang kreatifitas kalangan santri ini masih dapat lebih dikembangkan agar lebih terkonsolidasi.
Untuk mendiskusikan beragam dinamika di atas, Fakultas Dakwah dan Komunikasi Unisnu Jepara akan menyelenggarakan webinar tentang komunikasi Islam mutakhir dengan mengundang pakar, akademisi dan praktisi yang fokus pada komunikasi Islam yang ramah dan berbudaya.
Fakultas Dakwah dan Komunikasi Unisnu Jepara menyelenggarakan webinar nasional tentang komunikasi Islam mutakhir dengan mengundang pakar, akademisi dan praktisi yang fokus pada komunikasi Islam yang ramah dan berbudaya. Webinar ini diselenggarakan secara daring dengan aplikasi zoom meeting dan dihadiri oleh lebih dari 70 peserta dari berbagai kalangan, diantaranya mahasiswa, guru, dosen dan umum.
Webinar yang diselenggarakan pada Kamis, 12 Agustus 2021 bertema “Mengkomunikasikan Islam yang tetap Ramah dan Berbudaya di Era Digital”, menghadirkan narasumber:
1. KH. Ulil Abshar Abdalla (Kiai Muda NU dan pegiat Dakwah Online)
2. Dr. Mohammad Zamroni, M.S.I. (Ketua Umum DPP Asosiasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (ASKOPIS) PTKIN-PTKIS Se-Indonesia);
3. Abdul Wahab, S.Sos.I., M.S.I. (Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Unisnu Jepara dan Ketua Lembaga Dakwah PCNU Jepara).
Kegiatan yang dimoderatori oleh Khoirul Muslimin, S.Sos.I., M.I.Kom. (Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam) memiliki tujuan melakukan kajian dakwah kontemporer terutama dalam pengarusutamaan Islam ramah dan berbudaya di era digital; penciptaan suasana akademik yang kondusif di lingkungan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Unisnu Jepara; memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya dakwah Islam yang ramah dan berbudaya; serta memberikan bekal kepada mahasiswa baru Fakultas Dakwah dan Komunikasi tentang komunikasi dan penyiaran Islam dalam berbagai perspektif khususnya di era digital dan kekinian.
Peserta diskusi begitu antusias kegiatan tersebut terbukti banyaknya pertanyaan yang disampaikan kepada narasumber baik secara langsung maupun dengan menuliskan pada kolom komentar zoom meeting dan youtube.
Komentar