
Aktualisasi Takwa Dengan Living Pancasila
Oleh: Dr. K. Abdul Wahab Saleem, S.Sos.I, MSI.
Pesan-pesan tentang takwa yang sering diserukan oleh para cerdik pandai dalam orasi maupun narasi merupakan cara yang sangat tepat untuk memperkuat semangat melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, ketakwaan ini dapat pula diaktualisasikan dalam bentuk meng-Esakan Tuhan, semangat bersatu dan bersaudara serta semangat untuk menyamakan diri di hadapan Allah swt. Bangsa kita yang sangat kaya dalam balutan keragaman dan perbedaan harus dimaknai sebagai anugerah besar yang musti disyukuri dengan upaya menyatukan bukan memecah belah apalagi “mengusik” dengan aksi-aksi yang berpotensi meruntuhkan keutuhan bangunan NKRI. Inilah sebuah upaya untuk membangun ruh pancasilais yang harus diwujudkan dalam laku sehari-hari.
Keberagamaan tidak pernah terlepas dari integrasi nilai-nilai ketuhanan sekaligus kemanusiaan, artinya untuk mencapai predikat luhur sebagai manusia seutuhnya, seseorang harus telah mewujudkan kesalehan kepada Tuhan dan kepada sesama secara sekaligus, dianggap belum saleh seseorang apabila hanya mampu menuhankan Tuhan tetapi tidak memanusiakan manusia, begitu pula sebaliknya.
Pancasila telah mewadahi nilai dasar ketuhanan dan kemanusiaan dalam kelima silanya, sehingga kita sangat paham bahwa tak satupun dari kelima sila dalam pancasila yang bertentangan dengan ajaran Agama apapun yang dianut di Indonesia. Sila pertama merupakan pengakuan ketuhanan secara monoteistik, sila kedua adalah penghargaan pada nilai-nilai kemanusiaan dalam kerangka keadilan dan peradaban, sila ketiga berisi penolakan tegas terhadap sparatisme dan mendahulukan kebersamaan dan jamaah, sila keempat adalah tentang kepemimpinan yang bijak (hikmat) dengan sistem musyawarah dan perwakilan, serta sila kelima merupakan jaminan kesejahteraan bersama, keadilan, dan perlindungan hukum untuk siapapun tanpa terkecuali. Ini semua adalah ajaran luhur agama juga.
Dalam kehidupan keberagamaan dan kebangsaan, siapapun harus menerima dan patuh pada dasar, falsafah, dan perjanjian luhur yang telah disepakati dalam membangun Bangsa ini. Nabi mengajarkan, apabila terdapat yang tidak setuju dengan suatu keputusan (pemerintah) yang telah disepakati bersama, maka bersabarlah, tetapi jangan sampai memisahkan diri, karena apabila memisahkan diri sejengkal saja maka dia mati dalam keadaan jahiliyah. Inilah pentingnya menjaga keutuhan dan kesatuan agar bangsa menjadi kuat dan tidak mudah terkoyak oleh berbagai “serangan” dan ancaman dalam bentuk apapun.
“Living Pancasila” berarti pancasila yang “hidup”, artinya bahwa nilai-nilai pancasila telah terlakukan dalam kehidupan sehari-hari, perjalanan hidup umat tidak boleh “kesepen” dari nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan. ketika “living pancasila” sama dengan upaya menjadi saleh dengan menjalankan aturan dan nilai agama, maka “menghidupkan” pancasila dalam keseharian adalah bentuk ketakwaan dan memperjuangkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan keindonesiaan adalah juga jihad fi sabilillah yang sebenarnya. Wallahu A’lam.
Komentar